Selasa, 17 September 2013

ARTIKEL PENDIDIKAN




Kontribusi Guru Mengubah Rasa Benci Menjadi Senang Siswa Pada Matematika
Oleh : Ninik Sumarni, ST

‘I Hate Math !!’, atau yang lebih halus ‘Aku tidak Suka Matematika’. Pernyataan itulah yang sering kita dengar dari sebagian besar anak-anak didik kita, bahkan anak-anak diseluruh dunia. Mengapa demikian ? Mungkin hal ini disebabkan kebanyakan siswa sudah terlanjur memiliki Negative Thinking terhadap Matematika. Bukankah kejadian buruk yang menimpa kita sebenarnya berasal dari pandangan buruk kita terhadap hal tersebut ? .
 Ungkapan : “You can, if you think you can”, bukan berarti segala yang kita pikirkan pasti menjadi kenyataan tetapi ungkapan tersebut menunjukkan arti pentingnya sebuah motivasi dalam pencapaian prestasi diri.
 Pikiran Buruk bahwa ‘Matematika itu Sulit’ dari generasi sebelumnya sudah melegenda dimasyarakat sehingga men-sugesti jiwa siswa yang mengakibatkan mereka cenderung menyerah sebelum mencoba, bahkan sebelum membaca soalnya. Seringnya kegagalan saat memulai untuk mencoba menjadikan pesimis siswa, dia menganggap jawaban yang salah merupakan kegagalan mutlak sehingga tidak punya keinginan untuk mengulang lagi.
Padahal jawaban yang salah bukanlah suatu kegagalan, tapi justru bisa membuat anak lebih memahami / mendalami konsep matematika dan menganalisis pikirannya.
Guru yang mengajarpun sebaiknya tidak langsung memarahi sang anak jika jawaban yang diberikan salah, karena tidak semua anak punya motivasi yang tinggi setelah dimarahi. Beberapa anak justru akan semakin takut dan membenci pelajaran tersebut. Selain itu masih rendahnya motivasi dari dalam diri siswa dan lingkungan sekitar  untuk mau mengenal lebih dekat matematika sebagai mata pelajaran  yang berguna untuk kehidupannya kedepan.
Data hasil survey yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007. Organisasi internasional yang mengukur kemampuan matematika dan sains di berbagai negara ini menerapkan patokan skor 625 untuk level tingkat lanjut, 550 untuk level tinggi, 475 untuk  level menengah, dan 400 untuk level rendah. Sedangkan skor yang diperoleh Indonesia adalah 397, hal ini menempatkan Indonesia pada level terendah dunia sebagai peringkat ke 35 dari 47 negara yang terdata dalam survei. Ironisnya, jam pelajaran matematika anak-anak di Indonesia justru termasuk dalam jajaran tertinggi didunia. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata menghabiskan 169 jam untuk belajar matematika disekolah. Itupun belum termasuk segala les dan bimbingan belajar yang di ikuti kebanyakan anak-anak kaum metropolitan. Bandingkan dengan Singapura yang hanya 112 jam, tetapi mampu menggapai peringkat 3 besar dunia. Jika jam belajar disekolah tidak berbanding lurus dengan prestasi siswa, apa yang salah ? Mengapa matematika tetap menjadi hantu menakutkan bagi anak-anak Indonesia?  
Padahal Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang mendapatkan porsi perhatian terbesar dari pemerintah, hal ini ditunjukkan dengan dimasukkannya matematika sebagai salah satu mata pelajaran Ujian Nasional yang menjadi  barometer kelulusan peserta didik.
A. Berbagai Penyebab Utama Kesulitan Belajar Matematika Siswa
Menurut Cooney, Davais dan Henderson (1975) , ada beberapa penyebab kesulitan belajar matematika, diantaranya :
1. Faktor Phisiologis
Dalam buku The Diagnosis and Treatmen of Learning Difficulties (1975), Bredker melaporkan adanya hubungan antara faktor phisiologis dan kesulitan belajar.
  • Persentase kesulitan belajar siswa yang mempunyai gangguan penglihatan lebih tinggi daripada yang tidak mengalami gangguan penglihatan.
  • Persentase kesulitan belajar dari siswa memiliki gangguan pendengaran lebih tinggi dari pada yang tidak mengalaminya.
  • Siswa yang menelan pil ekstasi tulisannya tidak jelas, kemalasannya naik luar biasa, menunjukkan perangai yang tidak rasional, depresi, tak sadar, takut, atau sebaliknya: tertawa-tawa. Tampilannya labil: berubah tiba-tiba, kesehatan menurun. Hal-hal demikian jelas merupakan sumber kesulitan dalam menerima pelajaran. 

2. Faktor Sosial
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua dan masyarakat sekitar banyak mempengaruhi kegiatan belajar dan kecerdasan siswa sebagaimana ada yang menyatakan bahwa sekolah  cerminan masyarakat dan anak  cerminan orangtuanya..Salah pergaulan ditengah masyarakat juga salah satu penyebab faktor ini. Dalam hal ini orang tua dan masyarakat kurang memberikan dukungan dan kontrol terhadap sikap belajar siswa.
3. Faktor Emosional
Siswa yang sering gagal dalam matematika mudah berfikir tidak rasional, takut, cemas, benci pada matematika, dengan demikian hambatan menjadi “melekat”. Masalah lain yang termasuk dalam faktor emosional dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut :
  •      Terlalu fokus terhadap satu kegiatan tertentu (misal : ekstrakurikuler, keranjingan game on-line)
  • Terkontaminasi dampak negatif dari teknologi  ( TV, HP dan Internet )
  • Masalah tekanan dari situasi keluarganya di rumah.
  • Hubungan yang renggang dengan teman terdekat
  • Diet yang tidak tepat
  • Kurang istirahat
  • Obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, destro, ekstasi, dan lain-lain    

Akibatnya siswa akan kurang menaruh perhatian terhadap pelajaran, atau mudah mengalami depresi mental, emosional, kurang ada minat membaca buku dan menyelesaikan PR.
4. Faktor Intelektual
Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual, biasanya selalu tidak berhasil dalam menguasai konsep, algoritma, dan prinsip matematika yang dipelajari walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan mengabstraksi, mengeneralisasi, mendeduksi dan mengingat konsep-konsep maupun prinsip prinsip biasanya akan merasa bahwa matematika sulit, meskipun guru telah mengimbanginya dengan berbagai usaha. Sifat dan struktur matematika memerlukan kemampuan siswa yang cukup dalam hal ini. Siswa yang sulit mengabstarksi, menggeneralisasi dan mendeduksi ide ide matematikia kurang mampu memecahkan masalah terutama soal-soal terapan atau soal cerita. Kesulitan ini secara sederhana dikatakan, meskipun tidak tepat, biasanya akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa tersebut.
5. Faktor Pedagogik
Di antara penyebab kesulitan belajar siswa, faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran merupakan faktor yang paling menentukan. Guru yang kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa akan menyebabkan apa yang diajarkan menjadi sulit untuk dipahami oleh siswa. Cara guru memilih pendekatan dalam mengajar dan kecepatan guru dalam menjelaskan konsep-konsep matematika akan sangat berpengaruh terhadap daya serap siswa. Guru yang tidak menggunakan struktur pengajaran matematika dengan baik akan membingungkan siswa, karena sulit diikuti keteraturannya. Guru yang kurang memberikan motivasi belajar kepada siswa serta kurang mengelola PR siswa dengan baik akan menyebabkan siswa kurang tertarik belajar matematika, termasuk pemberian PR saat bel akhir pelajaran telah terdengar. Bisa jadi kesulitan siswa diakibatkan kurang baiknya sistem intruksional yang diselenggarakan oleh guru. Penguasaan kompetensi pedagogik guru merupakan faktor utama pembelajaran.
Menurut pendapat Soleh (1998:39), penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika sebagai berikut :
  • Ketidakmampuan siswa dalam penguasaan konsep secara benar.
  • Ini banyak dialami oleh siswa yang belum sampai ke proses berpikir abstraksi, yaitu masih berada dalam taraf berpikir kongkrit. Siswa baru sampai kepemahaman instrumen (instrumental understanding), yang hanya tahu contoh-contoh tetapi tidak dapat mendeskripsikannya. Siswa belum sampai kepemahaman relasi (relational understanding), yang dapat menjelaskan hubungan antar konsep. Akibatnya siswa semakin mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep lainnya yang diturunkan dari konsep yang belum dikuasainya tadi. Jalan pintasnya ia memberi pengertian sendiri dari konsep-konsep itu, ini disebut miskonsepsi.
  •  Ketidakmampuan siswa menangkap arti dari lambang-lambang.
    Siswa hanya dapat menuliskan dan mengucapkan, sudah tentu siswa tidak dapat menggunakannya. Akibatnya semua kalimat matematika menjadi tak berarti baginya. Jalan pintasnya, memanipulasi sekehendaknya lambang-lambang itu. 
  • Ketidakmampuan siswa dalam memahami asal-usulnya suatu prinsip.
    Siswa tahu apa rumusnya dan bagaimana menggunakannya, tetapi tidak tahu mengapanya. Akibatnya, siswa tidak tahu di mana atau dalam konteks apa prinsip itu digunakan.
  • Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.terdahulu yang berpengaruh pada pemahaman prosedur  berikutnya.
Ketidaklengkapan pengetahuan ini akan menghambat kemampuannya untuk memecahkan masalah matematika. Sementara itu, pelajaran terus berlanjut secara berjenjang, jadilah matematika tetap menjadi hantu misteri yang menakutkan.
            Tujuan umum pembelajaran matematika adalah: (1) belajar untuk berkomunikasi, (2) belajar untuk bernalar), (3) belajar untuk memecahkan masalah, (4) belajar untuk mengaitkan ide, dan (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika.
Untuk mencapainya, diperlukan kontribusi guru untuk  mengubah  rasa Benci menjadi Senang siswa pada matematika tersebut. Uraian tugas guru merupakan ringkasan tentang hal-hal penting yang sangat berguna untuk kesuksesan pengajaran matematika. Guru harus tampil simpatik dan bersahabat  serta mampu menyempurnakan ketrampilannya dalam mengajar agar dapat memberikan rasa nyaman dan menyenangkan yang berdampak serasa lebih mudahnya belajar matematika bagi siswa. Ketrampilan mengajar sangatlah penting khususnya saat guru berusaha memotivasi siswa terutama mengadapi siswa yang malas yang dijumpai setiap hari.
Guru harus mempunyai cara-cara tersendiri dalam mengajar,  cermat mencari ide dan teknik baru untuk diterapkan di dalam kelas maupun di luar kelas. Seorang guru harus mempunyai perlengkapan (perangkat) mengajar,  mengenal karakteristik siswa yang sedang diajar dan mengetahui bagaimana cara mengajar secara menarik.

B. Beberapa Kontribusi Yang Dapat  Dilakukan Guru  Untuk Mengubah Rasa Benci  Menjadi Senang Siswa Pada Matematika
  1. Persiapkan perlengkapan (perangkat) mengajar dengan cermat.
  2. Tampillah sebagai sosok yang berwibawa, simpatik dan bersahabat dihadapan siswa.
  3. Sadari sepenuhnya  adanya kesulitan pada sebagian besar siswa.
  4. Menumbuhkan Positive Thinking siswa ( bahwa Matematika itu mudah dan menyenangkan), yakinkan bahwa . “You can, if you think you can”. 
  1. Pilihlah prosedur/metode yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
  2. Berikan variasi-variasi model pembelajaran yang  menyenangkan untuk menciptakan suasana baru agar siswa tidak bosan pada pembelajaran.
  3. Berikan motivasi kepada siswa akan pentingnya pembelajaran yang akan berlangsung untuk kehidupan siswa sehari-hari / kemudian hari dengan menyampaikan tujuan pembelajaran secara rinci yang dapat diinternalisasi siswa.
  4. Menggali kemampuan  awal siswa  dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang  akan dipelajari.
  5. Men-setting kelas agar tercipta suasana  ruang belajar yang komunikatif antara guru dengan  siswa maupun antar siswa itu sendiri.
  6. Mengarahkan siswa dalam mengidentifikasi konsep, algoritma, atau prinsip yang abstrak dan sulit dipahami siswa menjadi pengalaman yang lebih realistik dan menyenangkan.
  7. Berikan Ice Breaker untuk mencairkan suasana kelas yang mulai tegang agar kembali menyenangkan.
  8. Berikan bantuan kepada siswa dalam mengembangkan prosedur untuk memecahkan kesulitan siswa.
  9. Aktif memberikan umpan balik pada bagian mana siswa masih mengalami kesulitan.
  10. Rayakan keberhasilan siswa dengan memberikan penghargaan kepada siswa yang mampu menunjukkan prestasi belajar.
  11. Bersama-sama siswa membuat rangkuman hasil belajar.
  12. Mengidentifikasi penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa.
  13. Mengevaluasi keberhasilan siswa dalam mengatasi kesulitannya
  14. Mengevaluasi kembali metode yang telah dipilih pada proses pembelajaran untuk perbaikan pada pembelajaran berikutnya.
        Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sehubungan dengan kontribusi guru dalam mengubah rasa benci  menjadi senang siswa pada matematika adalah sebagai berikut :
  • Mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar matematika merupakan bagian utama pekerjaan guru guna mengupayakan hasil pembelajaran matematika yang lebih optimal.
  • Mempersiapkan metode yang tepat  guna memecahkan masalah penyebab kesulitan belajar siswa seperti kecenderungan faktor-faktor fisik, sosial, emosional, intelektual atau pedagogik sehingga dapat memberi solusi penyebab kesulitan secara tepat.
  • Mengenali sepenuhnya karakteristik siswa dalam melaksanakan misinya agar dapat mengelola pembelajaran dengan tepat sehingga siswa menjadi termotivasi dan senang belajar matematika yang pada gilirannya akan mencapai hasil  prestasi siswa yang optimal.
  • Mampu menanamkan konsep dan prinsip matematika serta memanagemen pengelolaan  tugas dan latihan kepada siswa perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu untuk membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar matematika.
ü 



Harapanku : “Matemamatika Bisa Semudah Bahasa dan Sastra Bagi Anak-Anak Didikku, 
                      Asyik seperti Manakala Mereka mendengarkan Musik”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKSI NYATA 2 PELATIHAN KURIKULUM MERDEKA